March 7

Tokoh Ekonomi: Mohammad Hatta

Mohammad Hatta

Pendahuluan

Selain Adam Smith, menurutku tokoh masyarakat di bidang Ekonomi yang paling berpengaruh itu Bung Hatta. Hasil pemikiran-pemikiran beliau sangat luar biasa berpengaruh kepada pengetahuan di zaman sekarang dan kontribusi nya pada masyarakat sangat luar biasan. Nih yuk simak beberapa informasi yang aku dapet tentang Bung Hatta, dan beberapa hal-hal keren yang pernah beliau lakukan dan sampaikan ke masyarakat.

Melihat tulisan “Bung Hatta”, mungkin diantara kita tidak ada yang tidak mengenal siapa beliau. Nama nya sangat terkenal di nusantara. Kita semua telah mengetahui perjuangan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia bersama Bung Karno. Sangat bersahaja dan sederhana hingga akhir hayatnya ini itulah sosok Mohammad Hatta. Mohammad Hatta merupakan tokoh yang membanggakan masyarakat Indonesia, sehingga beliau dinobatkan sebagai tokoh ekonomi yang sangat dikenal luas sampai ke tingkat internasional. Beliau adalah kebanggan tiada tara yang pernah dimiliki oleh bangsa Indonesia. Sosoknya yang tidak banyak bicara tetapi mampu melahirkan pemikiran yang sangat tajam. Sekarang aku mau menceritakan tentang pemikiran beliau di dalam bidang ekonomi, yang sering disebut sebagai ekonomi kerakyatan, ekonomi sosialis ala Indonesia, ekonomi sosialis religius ataupun ekonomi pancasila.

Mohammad Hatta dilahirkan pada tanggal 12 Agustus 1902 di Bukittinggi, Sumatera Barat. Ia dikenal sebagai Bung Hatta. Nama kecil beliau ialah Muhammad Athar. Bung Hatta juga dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Ia menempuh pendidikan dasar di Sekolah Melayu, Bukittinggi, kemudian pada tahun 1913-1916, ia melanjutkan pendidikannya di Sekolah Europeesche Lagere (ELS) di kota Padang. Saat berusia 13 tahun, Bung Hatta telah lulus ujian masuk ke HBS (setaraf SMU) di Batavia, sekarang Jakarta. Namun ibunya menolak dan ingin Hatta tetap di Padang dengan alasan usianya masih muda. Akhirnya ia melanjutkan pendidikannya di MULO, Padang, dan pada tahun 1919, beliau ke Batavia untuk belajar di HBS. Hatta menyelesaikan studinya pada tahun 1921 dan kemudian melanjutkan di Rotterdam, Belanda. Ia belajar ilmu perdagangan di Nederland Handelshogeschool (Pusat Pengajian Perdagangan Rotterdam, sekarang Erasmus Universiteit).

Bakat di bidang ekonomi yang melekat dalam dirinya sudah ada sejak beliau berusia 15 tahun dengan merintis karier sebagai aktivis sebuah organisasi yang bernama Jong Sumatranen Bond (JSB) cabang Padang. Di organisasi ini, beliau menjabat sebagai bendahara, posisi yang cukup strategis sekaligus menunjukkan bakatnya sebagai seorang ahli ekonomi. Sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond, ia menyadari pentingnya arti keuangan bagi hidupnya perkumpulan. Tetapi sumber keuangan baik dari iuran anggota maupun dari sumbangan luar hanya mungkin lancar kalau para anggotanya mempunyai rasa tanggung jawab dan disiplin. Rasa tanggung jawab dan disiplin selanjutnya menjadi ciri khas sifat-sifat Mohammad Hatta.

Selain menjadi bendahara di JSB, Mohammad Hatta juga bergabung dalam perhimpunan Belanda yang bernama Indische Vereenigin. Perhimpunan inilah yang menjadi awal karier pergerakannya.

Mungkin beberapa dari kita telah mendengar bahwa beliau merupakan seorang “sekuler” yang sempat dipojokkan oleh beberapa pihak terutama pada jaman orde baru. Padahal jika kita tarik ke belakang ke dalam susunan sejarah, beliau sangatlah dekat dengan pemikiran Islam dan beliau pun merupakan keturunan seorang ulama terkenal; Datuk Syaikh Abd al-Rahman. Selain itu juga banyak yang melupakan beliau sebagai “pemberi benih” lahirnya Ekonomi Pancasila, memang beliau tak pernah menyebut pemikiran ekonominya sebagai Ekonomi Pancasila di depan khalayak umum tetapi Ekonomi Pancasila yang lahir sekarang sangat terinspirasi oleh pemikiran beliau. Namun sepertinya saya lebih senang menyebut pemikiran ekonomi beliau sebagai pemikiran Ekonomi Sosialis Religius ataupun Ekonomi Pancasila.

 

Mengapa Bung Hatta Sempat Dicap Sekuler?

Beliau percaya bahwa ajaran Islam merupakan rahmat bagi seluruh manusia yang ada di dunia, sehingga beliau sangat yakin bahwa nilai dan norma Islam akan dapat diterima oleh golongan mana pun asal tidak disampaikan dalam formalisme dan simbol keislaman. Karena menurut beliau dapat menyudutkan golongan yang lain apabila menggunakan nama dan simbol simbol Islam. Berangkat dari hal ini, beberapa golongan sempat mengecap beliau sebagai “sekuler”, padahal beliau ingin mengedepankan substansial secara jiwa pemikiran tersebut daripada mengedepankan simbol-simbol yang dapat merusak persatuan dan kebersamaan. Beliau ingin memperjuangkan agar tidak ada dikotomi antara pemikiran Islam dan pemikiran dalam berbangsa dan bernegara. Beliau pun tak segan menyebut pemikiran ekonominya yang sosialisme ala Indonesianya adalah Sosialisme Religius karena seperti perkataan beliau.

“Kaum Sosialis Religius menimba keyakinan sosialis mereka dari berita Ilahi. Terlaksananya sosialisme bagi mereka merupakan suatu tugas agama.

~ Bung Hatta”

Pemikiran Mohammad Hatta

Mohammad Hatta merupakan seorang ahli ekonom yang pernah dimiliki bangsa Indonesia. Beliau memiliki sejumlah pemikiran strategis untuk meningkatkan pembangunan di Indonesia. Upaya ini ditempuhnya untuk menerapkan apa yang sudah tertuang dalam UUD 1945 dalam pasal 33, yang fokus mewujudkan kemakmuran dan keadlinan yang merata bagi bangsa Indonesia.

Inti dari pemikiran Bung Hatta sendiri pada dasarnya memiliki dua aspek utama, yaitu transformasi dalam bidang sosial dan ekonomi. Kedua aspek tersebut menurutnya merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak bisa dipisahkan. Pemikiran yang dikembangkan oleh Mohammad Hatta adalah memadukan antara teori ekonomi yang nyata dengan keinginannya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia.

Pemikiran Mohammad Hatta ini juga dikenal dengan istilah Hattanomics. Dalam Hattanomic itu sendiri juga memiliki tiga pilar utamanya, yaitu kontrol terhadap swasta, tumbuhnya perekonomian rakyat yang mandiri, dan penguasaan aset yang dikontrol oleh negara.

Apa yang tertuang dalam Hattanomics tersebut bersumber dari pemikiran Mohammad Hatta sendiri, bahwa penguasaan berbagai aset berharga oleh negara tidak hanya terbatas pada produksi listrik, air minum, telepon, dan kereta api, melainkan penguasaan terhadap industri pertambangan, kehutanan, dan perbankan. Dengan demikian, negara memegang penuh semua cabang produksi yang mampu menguasai hajat hidup orang banak.

Untuk merealisasikan penguasaan yang dilakukan oleh negara, negara boleh menggunakan pinjaman yang didapat dari luar negeri dengan mematuhi persyaratan yang diajukan, yaitu harus mampu membayar hutang secara berangsur dari kelebihan produksi yang ada, sehingga pendapatan negara tidak berkurang. Syarat yang kedua adalah harus ada keterampilan dan pengelolaan perusahaan dari tenaga asing kepada tenaga lokal. Apa yang ditempuh oleh Bung Hatta dalam Hattanomics-nya tidak akan berarti apa-apa jika tidak didukung dari atas. Oleh karena itu, beliau terjun ke dunia politik guna mengubah kebijakan ekonomi.

 

Mahakarya Terbesar Bung Hatta yang Dititipkan Untuk Generasi Penerusnya:

Tercantumnya Pasal 33 di dalam UUD 1945 merupakan mahakarya terbesar beliau menurut pandangan saya, sebab seorang Ahli Ekonomi Islam Prof. Umer Chapra pernah mengatakan kepada salah satu Guru Besar UI, Sri Edi Swasono, “Your founding father were men of wisdom, he had seen the truth of the future.”

BAB XIV PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

Pasal 33

  1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
  2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
  3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
  4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Semoga saja apa yang ada di dalam Pasal 33 UUD 1945 dapat segera tercapai dan bukan hanya sebagai tulisan semata di dalam buku UUD 1945. Dan sudah menjadi kewajiban kita semua untuk ikut berpartisipasi agar apa yang telah dituliskan di dalam Pasal 33 UUD 1945 dapat tercapai sebagai roh perekonomian bangsa Indonesia.

MASA STUDI DI BELANDA

Pada tahun 1921 Hatta tiba di Negeri Belanda untuk belajar pada Handels Hoge School di Rotterdam. Ia mendaftar sebagai anggota Indische Vereniging. Tahun 1922, perkumpulan ini berganti nama menjadi Indonesische Vereniging. Perkumpulan yang menolak bekerja sama dengan Belanda itu kemudian berganti nama lagi menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Hatta juga mengusahakan agar majalah perkumpulan, Hindia Poetra, terbit secara teratur sebagai dasar pengikat antaranggota. Pada tahun 1924 majalah ini berganti nama menjadi Indonesia Merdeka. Hatta lulus dalam ujian handels economie (ekonomi perdagangan) pada tahun 1923. Semula dia bermaksud menempuh ujian doctoral di bidang ilmu ekonomi pada akhir tahun 1925. Karena itu pada tahun 1924 dia non-aktif dalam PI. Tetapi waktu itu dibuka jurusan baru, yaitu hukum negara dan hukum administratif. Hatta pun memasuki jurusan itu terdorong oleh minatnya yang besar di bidang politik.

Sebagai orang yang memiliki kesempatan memperoleh pendidikan lebih tinggi dibanding saudara-saudaranya sebangsa dan setanah air, Hatta merasa memiliki kewajiban untuk ikut menyebarkan pemikiran dan pemahaman, terutama dalam hal kehidupan dalam sebuah negara merdeka. Ia banyak menulis tentang bagaimana sengsaranya rakyat yang hidup dalam jajahan bangsa lain. Sebaliknya, bangsa yang menjajah hanya tinggal menikmati hasil dari keringat rakyat yang dijajah. Dalam sistem ini, secara tegas Hatta tidak melihat adanya keadilan. Untuk menyadarkan rakyat akan pentingnya arti kemerdekaan, bukan hal yang mudah. Jauh lebih sulit lagi ketika harus menjelaskan apa yang boleh diperbuat dan apa yang tidak boleh dilakukan ketika sudah merdeka. Rakyat Indonesia harus memiliki kesamaan pandang dalam menatap masa depan. Untuk itu rakyat perlu dididik. Yang paling mendasar adalah mereka bebas dari buta huruf, baca dan tulis . Sehingga pengetahuan mereka akan terus terbuka dengan membaca berbagai informasi yang beragam. Diharapkan nantinya akan muncul pemahaman yang baik mengenai perjalanan mengisi kemerdekaan. Tentu, membaca tidak akan berguna banyak bila tidak ada bahan bacaan. Maka, Bung Hatta secara konsisten membuat tulisan yang menggugah semangat kemerdekaan, mewujudkan cita-cita negara setelah kemerdekaan, mengelola negara dengan baik agar tidak menyusahkan rakyat di era yang sudah merdeka, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan berbagai tulisan lainnya.

Pada tahun 1926, dengan tujuan memperkenalkan nama “Indonesia”, Hatta memimpin delegasi ke Kongres Demokrasi Intemasional untuk Perdamaian di Bierville, Prancis. Tanpa banyak oposisi, “Indonesia” secara resmi diakui oleh kongres. Nama “Indonesia” untuk menyebutkan wilayah Hindia Belanda ketika itu telah benar-benar dikenal kalangan organisasi-organisasi internasional. Hatta dan pergerakan nasional Indonesia mendapat pengalaman penting di Liga Menentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial, suatu kongres internasional yang diadakan di Brussels tanggal 10-15 Pebruari 1927. Di kongres ini Hatta berkenalan dengan pemimpin-pemimpin pergerakan buruh seperti G. Ledebour dan Edo Fimmen, serta tokoh-tokoh yang kemudian menjadi negarawan-negarawan di Asia dan Afrika seperti Jawaharlal Nehru (India), Hafiz Ramadhan Bey (Mesir), dan Senghor (Afrika). Persahabatan pribadinya dengan Nehru mulai dirintis sejak saat itu.

Kembali ke Tanah Air

Pada bulan Juli 1932, Hatta berhasil menyelesaikan studinya di Negeri Belanda dan sebulan kemudian ia tiba di Jakarta. Antara akhir tahun 1932 dan 1933, kesibukan utama Hatta adalah menulis berbagai artikel politik dan ekonomi untuk Daulat Ra’jat dan melakukan berbagai kegiatan politik, terutama pendidikan kader-kader politik pada Partai Pendidikan Nasional Indonesia. Prinsip non-kooperasi selalu ditekankan kepada kader-kadernya. Reaksi Hatta yang keras terhadap sikap Soekarno sehubungan dengan penahannya oleh Pemerintah Kolonial Belanda, yang berakhir dengan pembuangan Soekarno ke Ende, Flores, terlihat pada tulisan-tulisannya di Daulat Ra’jat, yang berjudul “Soekarno Ditahan” (10 Agustus 1933), “Tragedi Soekarno” (30 Nopember 1933), dan “Sikap Pemimpin” (10 Desember 1933).

Pada bulan Pebruari 1934, setelah Soekarno dibuang ke Ende, Pemerintah Kolonial Belanda mengalihkan perhatiannya kepada Partai Pendidikan Nasional Indonesia. Para pimpinan Partai Pendidikan Nasional Indonesia ditahan dan kemudian dibuang ke Boven Digoel. Seluruhnya berjumlah tujuh orang. Dari kantor Jakarta adalah Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, dan Bondan. Dari kantor Bandung: Maskun Sumadiredja, Burhanuddin, Soeka, dan Murwoto. Sebelum ke Digoel, mereka dipenjara selama hampir setahun di penjara Glodok dan Cipinang, Jakarta. Di penjara Glodok, Hatta menulis buku berjudul “Krisis Ekonomi dan Kapitalisme”.

Proklamasi

Meskipun Jepang telah takluk dalam Perang Pasifik dan PD II, tetapi Jepang masih belum memberikan kemerdekaan kepada rakyat Indonesia. Di lain pihak, Belanda yang telah lama menjajah kepulauan nusantara dan hanya 3,5 tahun diselingi Jepang, masih bernafsu untuk kembali menduduki bekas koloninya. Maka, bila rakyat Indonesia tidak bisa bertahan dan mempertahankan kemerdekaan, Bung Karno dan Bung Hatta lah yang paling dianggap bertanggung jawab atas segala kekacauan dan peralihan kekuasaan pemerintahan secara “illegal”. Tetapi Bung Karno dan Bung Hatta telah yakin pada diri mereka, bangsa Indonesia telah sadar akan arti pentingnya kemerdekaan. Bangsa Indonesia akan mempertahankan kemerdekaan, bukan hanya untuk menyelamatkan mereka berdua, tetapi menyelamatkan kebebasan dan kesempatan hidup berbangsa dan bernegara secara berdaulat. Menyelamatkan harga diri bangsa. Proklamasi kemerdekaan adalah ungkapan paling lantang akan semangat besar untuk hidup sebagai bangsa yang berdiri sendiri dan tidak dikangkangi penjajah. Proklamasi kemerdekaan, itulah hadiah terbesar yang diterima bangsa Indonesia dari dua tokoh besar yang lahir satu abad silam.

Pada awal Agustus 1945, Panitia Penyidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia diganti dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, dengan Soekamo sebagai Ketua dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Ketua. Anggotanya terdiri dari wakil-wakil daerah di seluruh Indonesia, sembilan dari Pulau Jawa dan dua belas orang dari luar Pulau Jawa. Pada tanggal 16 Agustus 1945 malam, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mempersiapkan proklamasi dalam rapat di rumah Admiral Maeda (JI Imam Bonjol, sekarang), yang berakhir pada pukul 03.00 pagi keesokan harinya. Panitia kecil yang terdiri dari 5 orang, yaitu Soekamo, Hatta, Soebardjo, Soekarni, dan Sayuti Malik memisahkan diri ke suatu ruangan untuk menyusun teks proklamasi kemerdekaan. Soekarno meminta Hatta menyusun teks proklamasi yang ringkas. Hatta menyarankan agar Soekarno yang menuliskan kata-kata yang didiktekannya. Setelah pekerjaan itu selesai. mereka membawanya ke ruang tengah, tempat para anggota lainnya menanti. Soekarni mengusulkan agar naskah proklamasi tersebut ditandatangi oleh dua orang saja, Soekarno dan Mohammad Hatta. Semua yang hadir menyambut dengan bertepuk tangan riuh.

Tangal 17 Agustus 1945, kemerdekaan Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia, tepat pada jam 10.00 pagi di Jalan Pengangsaan Timur 56 Jakarta. Tanggal 18 Agustus 1945, Ir Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia dan Drs. Mohammad Hatta diangkat menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia. Soekardjo Wijopranoto mengemukakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden harus merupakan satu dwitunggal.

Periode Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia

Indonesia harus mempertahankan kemerdekaannya dari usaha Pemerintah Belanda yang ingin menjajah kembali. Pemerintah Republik Indonesia pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Dua kali perundingan dengan Belanda menghasilkan Perjanjian Linggarjati dan Perjanjian Reville, tetapi selalu berakhir dengan kegagalan akibat kecurangan pihak Belanda. Untuk mencari dukungan luar negeri, pada Juli I947, Bung Hatta pergi ke India menemui Jawaharlal Nehru dan Mahatma Gandhi. dengan menyamar sebagai kopilot bernama Abdullah (Pilot pesawat adalah Biju Patnaik yang kemudian menjadi Menteri Baja India di masa Pemerintah Perdana Menteri Morarji Desai). Nehru berjanji, India dapat membantu Indonesia dengan protes dan resolusi kepada PBB agar Belanda dihukum.

Kesukaran dan ancaman yang dihadapi silih berganti. September 1948 PKI melakukan pemberontakan. 19 Desember 1948, Belanda kembali melancarkan agresi kedua. Presiden dan Wapres ditawan dan diasingkan ke Bangka. Namun perjuangan Rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan terus berkobar di mana-mana. Panglima Besar Soediman melanjutkan memimpin perjuangan bersenjata. Pada tanggal 27 Desember 1949 di Den Haag, Bung Hatta yang mengetuai Delegasi Indonesia dalam Konperensi Meja Bundar untuk menerima pengakuan kedaulatan Indonesia dari Ratu Juliana. Bung Hatta juga menjadi Perdana Menteri waktu Negara Republik Indonesia Serikat berdiri. Selanjutnya setelah RIS menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bung Hatta kembali menjadi Wakil Presiden.

Periode Tahun 1950-1956

Selama menjadi Wakil Presiden, Bung Hatta tetap aktif memberikan ceramah-ceramah di berbagai lembaga pendidikan tinggi. Dia juga tetap menulis berbagai karangan dan buku-buku ilmiah di bidang ekonomi dan koperasi. Dia juga aktif membimbing gerakan koperasi untuk melaksanakan cita-cita dalam konsepsi ekonominya. Pikiran-pikiran Bung Hatta mengenai koperasi antara lain dituangkan dalam bukunya yang berjudul Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun (1971).

Pada tahun 1955, Bung Hatta mengumumkan bahwa apabila parlemen dan konsituante pilihan rakyat sudah terbentuk, ia akan mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden. Niatnya untuk mengundurkan diri itu diberitahukannya melalui sepucuk surat kepada ketua Perlemen, Mr. Sartono. Tembusan surat dikirimkan kepada Presiden Soekarno. Setelah Konstituante dibuka secara resmi oleh Presiden, Wakil Presiden Hatta mengemukakan kepada Ketua Parlemen bahwa pada tanggal l Desember 1956 ia akan meletakkan jabatannya sebagai Wakil Presiden RI. Presiden Soekarno berusaha mencegahnya, tetapi Bung Hatta tetap pada pendiriannya.

Pada tangal 27 Nopember 1956, ia memperoleh gelar kehormatan akademis yaitu Doctor Honoris Causa dalam ilmu hukum dari Universitas Gajah Mada di Yoyakarta. Pada kesempatan itu, Bung Hatta mengucapkan pidato pengukuhan yang berjudul “Lampau dan Datang”. Sesudah Bung Hatta meletakkan jabatannya sebagai Wakil Presiden RI, beberapa gelar akademis juga diperolehnya dari berbagai perguruan tinggi. Universitas Padjadjaran di Bandung mengukuhkan Bung Hatta sebagai guru besar dalam ilmu politik perekonomian. Universitas Hasanuddin di Ujung Pandang memberikan gelar Doctor Honoris Causa dalam bidang Ekonomi. Universitas Indonesia memberikan gelar Doctor Honoris Causa di bidang ilmu hukum. Pidato pengukuhan Bung Hatta berjudul “Menuju Negara Hukum”.

Pada tanggal 15 Agustus 1972, Presiden Soeharto menyampaikan kepada Bung Hatta anugerah negara berupa Tanda Kehormatan tertinggi “Bintang Republik Indonesia Kelas I” pada suatu upacara kenegaraan di Istana Negara. Bung Hatta, Proklamator Kemerdekaan dan Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia, wafat pada tanggal 14 Maret 1980 di Rumah Sakit Dr Tjipto Mangunkusumo, Jakarta, pada usia 77 tahun dan dikebumikan di TPU Tanah Kusir pada tanggal 15 Maret 1980.

Penutup

Biodata dari Mohammad Hatta

Nama : Dr. Mohammad Hatta (Bung Hatta)

Lahir : Bukittinggi, 12 Agustus 1902

Wafat : Jakarta, 14 Maret 1980

Istri : (Alm.) Rahmi Rachim

Anak :

  • Meutia Farida
  • Gemala
  • Halida Nuriah

Gelar Pahlawan : Pahlawan Proklamator RI tahun 1986

Pendidikan :

  • Europese Largere School (ELS) di Bukittinggi (1916)
  • Meer Uirgebreid Lagere School (MULO) di Padang (1919)
  • Handel Middlebare School (Sekolah Menengah Dagang), Jakarta (1921)
  • Gelar Drs dari Nederland Handelshogeschool, Rotterdam, Belanda (1932)

Karir :

  • Bendahara Jong Sumatranen Bond, Padang (1916-1919)
  • Bendahara Jong Sumatranen Bond, Jakarta (1920-1921)
  • Ketua Perhimpunan Indonesia di Belanda (1925-1930)
  • Wakil delegasi Indonesia dalam gerakan Liga Melawan Imperialisme dan Penjajahan, Berlin (1927-1931)
  • Ketua Panitia (PNI Baru) Pendidikan Nasional Indonesia (1934-1935)
  • Kepala Kantor Penasihat pada pemerintah Bala Tentara Jepang (April 1942)
  • Anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (Mei 1945)
  • Wakil Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (7 Agustus 1945)
  • Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia (17 Agustus 1945)
  • Wakil Presiden Republik Indonesia pertama (18 Agustus 1945)
  • Wakil Presiden merangkap Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan (Januari 1948 – Desember 1949)
  • Ketua Delegasi Indonesia pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag dan menerima penyerahan kedaulatan dari Ratu Juliana (1949)
  • Wakil Presiden merangkap Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Kabinet Republik Indonesia Serikat (Desember 1949 – Agustus 1950)
  • Dosen di Sesko Angkatan Darat, Bandung (1951-1961)
  • Dosen di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta (1954-1959)
  • Penasihat Presiden dan Penasihat Komisi IV tentang masalah korupsi (1969)
  • Ketua Panitia Lima yang bertugas memberikan perumusan penafsiran mengenai Pancasila (1975)

Bung Hatta memang tidak pernah menjadi presiden republik ini meski bila ditinjau dari jasa, pengetahuan, peran, dan risiko yang diambilnya, ia layak untuk menduduki jabatan itu. Kesempatan memang tidak datang padanya. Tetapi, ia telah menjadi bapak bangsa dengan moralitas tinggi. Ia adalah cermin dan pedoman dari tokoh yang lurus dan bersih serta memiliki nama baik yang senantiasa dijaganya. Sampai kini, nama Bung Hatta tetap terjaga baik dan harum.

 

Source:

Rumah peneleh. (2015). Bung Hatta, Sang Konseptor Perekonomian Bangsa Indonesia, [online]. Tersedia: http://rumahpeneleh.blogspot.co.id/2015/10/bung-hatta-sang-konseptor-perekonomian.html. [07 Maret 2017]

Bimbie. (2015). Mengenal Mohammad Hatta sebagai Tokoh Ekonomi di Indonesia, [Online]. Tersedia: http://www.bimbie.com/tokoh-ekonomi-di-indonesia.htm. [07 Maret 2017]

Biografiku. (2009). Biografi Mohammad Hatta – Proklamator Indonesia, [Online]. Tersedia: http://www.bimbie.com/tokoh-ekonomi-di-indonesia.htm. [07 Maret 2017]

Purwanto, April. (2011). Pemikiran Ekonomi Mohammad Hatta, [Online]. Tersedia: https://pistaza.wordpress.com/2011/10/11/pemikiran-ekonomi-mohammad-hatta/. [07 Maret 2017]

 


Copyright 2021. All rights reserved.

Posted March 7, 2017 by dinda.embun.l in category "Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published.